Kamis, 25 Desember 2014

Hikmah Natal

Ketika Natal direnungkan dan dirayakan, dihayati dan dimeriahkan, dinikmati dan di gebyarkan. Hiruk pikuk dan riuh gemuruh bergema bagai bersahut-sahutan. Dimana-mana alunan lagu serta semarak perayaan bertalutalu, seolah waktu semuanya tersita, hanyut di kemeriahan ritual yang telah rutin dilaksanakan. Seolah realita masalah hidup yang sedang dihadapi sejenak 'disingkirkan', terbaur dalam kegempitaan perayaan.

Lalu timbul jadi pertanyaan. Apa yang direnungkan, apa yang dirayakan, apa yang dihayati dan dimeriahkan, apa yang dinikmati dan digebyarkan? Apakah kelahiran bayi suci yang dipalungan dan di kandang domba? Apakah penolakan warga untuk memberi tumpangan bagi si ibu yang akan melahirkan? Apakah kelahiran seorang bayi dari seorang perempuan yang belum menikah? Apakah perjalanan panjang Maria dan Yusuf dari Nasaret ke Yudea yang hanya menggunakan seekor keledai tumpangan? Apakah perintah Raja Herodes yang membunuh bayi dibawah dua tahun di masa kelahiran Kristus itu?

Bukankah semua itu terjadi karena realita penolakan manusia atas kehadiran Sang Raja? Ditolak di semua rumah bahkan tempat penginapan. Ditolak karena ketidakpekaan mata hati manusia melihat seorang ibu yang sedang hamil tua. Ditolak karena kekhawatiran akan munculnya 'calon' pemimpin yang baru lahir, yang menurut pikiran manusiawinya Herodes, akan merebut posisi tahta kekuasaannya. Ditolak karena anggapan dan asumsi adat yang sangat ketat, yang menolak kehamilan diluar nikah. Ditolak karena berbagai kamuflase yang sengaja maupun tidak, sebagai alasan tidak menerima kehadiranNya.

Lalu. Sekarang, jika sesungguhnya kita sudah mendengar dan memahami, mengerti dan mempercayai proses kelahiran Sang Raja Yang kita rayakan itu. Apakah kita masih menolak Kristus lahir dalam hati, jiwa bahkan kehidupan kita? Masihkah kemeriahan dan kemewahan perayaan dengan berbagai pernak-pernik hiasan natal dan makanan natal yang kita banggakan bagi kelahiran Kristus Raja yang lahir dipalungan kandang domba itu? Akankah kita menolak kelompok lain dan melakukan 'pembunuhan karakter' demi kekalnya kedudukan kita?

Kehadiran Kristus ke dunia adalah sebagai Firman, yang telah menjadi Manusia, Ia sendiri adalah terang, yang menerangi segala yang gelap, menembus relung hati, kebenaran yang menembus segala kelaliman. Ia sendiri yang berprakarsa, melakukan yang DIA inginkan, menembus segala sekat yang ada. Bukan karena pihak lain, atau aturan apapun. Juga bukan karena perlakuan dan keinginan kita semata. Jika Ia berkehendak, tak satupun bisa menolak KuasaNya. KeinginanNya adalah mutlak abadi, kekal hingga selama-lamanya.

Selamat Hari Natal, 2014