Kamis, 17 April 2014

Iman Kristen dan Politik

Iman Kristen dan Politik

Dalam sebuah perbincangan nonformal dengan seorang politisi di legislatif, muncul pernyataan yang kira-kira bunyinya Politik itu Kotor, sehingga tidak layak dimasuki oleh gereja. Dalam hati saya sedikit tersentak, emangnya gereja hadir untuk orang suci kudus kah, atau untuk orang berdosa. Dalam sikap hormat saya kepada beliau, karena bagi saya tergolong senior dalam hal politik, menanggapinya dengan sedikit nada berguyon, bahwa yang membuat politik kotor adalah pikiran kotor para politisi. Selagi mereka melakukan pikiran bersih, lurus, dan seturut 'Perintah' penciptaNya -- karena semua yang ada di dunia ini hanyalah ciptaan Tuhan -- maka politik itu tidak akan kotor.

Lalu muncul dalam benak saya, bagaimana gereja menyikapi hal-hal sepele begini, dan melakukan semacam pembinaan, atau pendalaman pemahaman secara teologi, menurut tinjauan Alkitab, kepada jemaat. Memberikan penguatan kepada jemaat, berangkat dari lingkungan gereja masing-masing dan yang akan berangkat 'memberitakan injil' dalam realita dunia yang dihadapinya. Dalam berbagai aktifitas jemaat yang sangat beragam itu. Memberitakan kabar keselamatan dunia, kemerdekaan bagi seluruh ciptaan dalam berbagai bidang aktifitas jemaat. Di pasar, di sekolah, di sawah, di kebun, di kantor, di politik, di pemerintahan di bisnis, di dunia entertain, dan berbagai aktifitas lagi.

Menurut saya, politik adalah bukti keadaban sebuah masyarakat. Keadaban dalam mengelola, mensejahterakan masyarakat. Sehingga, pemimpin politik bersama mereka yang sealiran dengannya, dalam mengelola masyarakat tentu membutuhkan seni, karena beragamnya kepentingan, pemikiran masyarakat yang dikelolanya. Kepentingan dan pemikiran yang beragam itulah yang hendak dikelola, disatukan pemimpin, menjadi tujuan bersama, setidaknya tujuan dari lebih banyak orang. Tetapi tentunya bukan mengorbankan mereka yang berbeda dengan tujuan tersebut.

Dalam pemikiran seperti itulah politik saya sebut sebagai realita dari sebuah relasi pribadi dengan Tuhan, sebagaimana pesan Tuhan pada waktu dunia ini diciptakan. Manusia diberikan kuasa dan kewenangan untuk mengelola dan menguasai dunia ciptaanNya ini seturut kehendakNya. Mandat menguasai dunia inilah yang sering diselewengkan oleh para pemimpin politik. Dilakukan untuk tujuan kelompoknya, kepentingannya, sehingga cenderung nyata mengorbankan kelompok lain yang tidak setujuan dengannya. Akibatnya, eksplorasi dan eksploitasi terus dilakukan, bahkan merajalela. Ketika si A atau kelompoknya berada di puncak kekuasaan, dia dan kelompoknya cenderung merajalela. Demikian juga ketika si B atau kelompoknya, tak mau ketinggalan. Akhirnya semua menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan, dan dikategorikan sebagai budaya, karena sudah terbiasa. Demikiankah sesunguhnya berpolitik yang dipesankan Tuhan? Buta terhadap kehendak Tuhan pada berbagai kebijakan yang dilakukan.

Kehendak Tuhan inilah tentunya yang perlu diperdalam oleh gereja kepada para jemaatnya. Ketika jemaat, atas panggilan imannya datang ke gereja, meninggalkan segala aktifitasnya yang beragam itu, memohon ampun atas segala dosa yang dilakukan, memohon perlindungan atas berbagai kegiatan yang akan dilakukan, serta memohon penyertaan dan pemberkatan Tuhan atas berbagai rencana aktifitasnya itu. Kala itulah gereja perlu membekali dan menguatkan jemaat. Karena kebijakan politik akan terjadi dan tanggungjawab iman akan dilakukan. Tanggungjawab mengelola dan menguasai dunia ini, sebagaimana pesan penciptaan..

Tinjauan saya ini bukanlah secara Ilmu Politik, karena keilmuan saya bukan berlatarbelakang politik. Hanya, secara iman saya jadi tergugah oleh pernyataan yang terlontar pada pertemuan informal di atas. Semoga berguna bagi siapapun yang membaca tulisan ini.

Salam Melayani, Awal Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar