Kamis, 16 Desember 2010

Manjangkon Parumaen

Sering orang Batak di perantauan lupa untuk sesegera mungkin menyampaikan boras sipirni tondi ketika melakukan 'Manjangkon Parumaen'. Acara ini dilakukan ketika parumaen bersama anak mangoli pertama sekali melangkahkan kakinya di rumah, sebagai pasangan resmi.

Manjangkon Parumaen, sesungguhnya simbol doa kebahagiaan keluarga batih, ketika telah resmi ada yang menjadi parumaennya, yang akan mewariskan silsilah marganya, menyambung tarombonya kelak, didalam suka cita berkeluarga. Penerimaan parumaen dalam doa dan kebahagiaan, sesungguhnya harus terpancar pada langkah pertama parumaen memasuki rumah sebagai pasangan resmi, dan ditunjukkan dengan memberi 'boras sipirni tondi'.

Disebut resmi karena mungkin saja selama belum diresmikannya pasangan tersebut, atau sebelum mereka menikah, parumaen pernah datang berkunjung atau diajak ke tempat calon mertuanya. Oleh karena itu, kunjungan selama ini hanyalah sebagai sahabat, atau teman anggota keluarga (dalam hal ini anak). Dan ketika mereka telah melaksanakan pernikahan dan melangsungkan adat yang sesuai dengan itu, resmi dan sahlah hubungan kekerabatan yang baru terbentuk lewat mereka.

Manjangkon Parumaen perlu dimaknai tidak saja sebatas ritual adat semata. Jauh lebih bermakna karena tugas tersebut pertama diberikan Allah sebagai pewaris bumi ini, kepada semua umat manusia. Selain itu, proses penciptaan manusia yang dilakukan Allah terhadap manusia pun dilaksanakan. Oleh karena itu sewajarnyalah jika pernikahan itu harus kudus, dan diterima sebagai berkat Tuhan yang sungguh-sungguh kudus. Sehingga tak ada niatan sedikitpun untuk mengingkarinya kelak.

Oleh karena itu, pengantin baru pun hendaklah menerima itu sebagai sesuatu yang kudus yang datangnya dari Tuhan. Sejalan dengan itulah langkah pertama memasuki rumah perlu bersama-sama dengan langkah kanan. Bersama-sama menerima anugerah Tuhan itu dalam sukacita bersama.

Pekanbaru, 16 Desember 2010